Apresiasi Aspek Sosial dalam Prosa
LAPORAN BACAAN APRESIASI PROSA
Apresiasi Aspek Sosial dalam Prosa
Dosen Pengampu : Dr. Abdurahman, M.Pd
Seksi : 202110160038
OLEH:
RESTI AULIA RAHMI (20016177)
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
ASPEK SOSIAL DAN NILAI SOSIAL DALAM PROSA
Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni
kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya serta menggunakan bahasa
sebagai mediumnya. Karya sastra tidak dihasilkan dengan bentuk yang sama persis
meski dengan objek yang sama atau sebaliknya. Karya sastra memiliki objek yang
berdiri sendiri atau terikat oleh dunia dalam kata yang diciptakan pengarang
berdasarkan realitas sosial dan pengalaman pengarang. Karya sastra secara
langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh pengalaman dari lingkungan
pengarang.
Nilai sosial adalah nilai yang mendasari, menuntun dan menjadi tujuan tindakan dan hidup sosial manusia dalam melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidup sosial manusia (Amir, dalam Sukatman, 1992:26). Nilai sosial merupakan norma yang mengatur hubungan manusia dalam hidup berkelompok. Norma sosial itu merupakan kaidah hubungan antar manusia, yang menurut Goeman (dalam Sukatman, 1992:27) merupakan kaidah yang melandasi manusia untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografis, sesama manusia, dan kebudayaan alam sekitar. Karena kaidah itu melandasi kegiatan hidup kelompok manusia, maka dapat dikatakan nilai sosial merupakan petunjuk umum ke arah kehidupan bersama dalam masyarakat (Suparlan, 1983:142). Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa nilai sosial merupakan pedoman umum dalam bermasyarakat.
Dalam sastra sering terdapat nilai-nilai sosial, yang disebut aspek sosiologis sastra. Termuatnya nilai sosial dalam sastra merupakan akibat logis dari kenyataan bahwa sastra ditulis oleh sastrawan yang hidup di tengah masyarakat dan sangat peka dengan masalah sosial. Sastrawan individu tetapi bisa mewakili masyarakatnya.
Untuk melihat nilai sosial yang ada dalam sastra kita bisa melacaknya melalui kristal-kristal nilai yang berupa: tradisi, konvensi dan norma masyarakat yang ada dalam sastra. Seperti dikatakan oleh Wellek dan Warren (1989:109) bahwa sastra sebagai institusi sosial yang memakai medium bahasa, dalam menyampaikan pesan disalurkan dalam bentuk simbolisme yang berupa konvensi dan norma sosial. Biasanya simbolisme itu berkaitan dengan situasi sosial tertentu, politik, ekonomi dan sebagainya.
Dalam sastra Indonesia nilai-nilai sosial dapat ditemukan, baik dalam sastra daerah maupun sastra Indonesia modern. Dalam konteks sastra daerah Sulawesi Selatan, Sikki dkk. (1991) menemukan bahwa dalam sastra ditemukan nilai sosial seperti: kegotong-royongan, persatuan, kemanusiaan, kesetiaan dan tanggung jawab. Nilai sosial juga ditemukan oleh Suwondo dkk. (1994) dalam konteks sastra Jawa. Suwondo dkk. menemukan bahwa dalam sastra Jawa terdapat nilai sosial seperti: bakti kepada orang lain, rukun, musyawarah, kegotongroyongan, dan sebagainya. Sedangkan Djamaris dkk. (1993) menemukan bahwa dalam khasanah sastra Sumatra terdapat nilai sosial seperti: kasih sayang, kepatuhan, kesetiaan, kerukunan, keramahan dan lain sebagainya.
Dalam khasanah sastra Indonesia modern nilai-nilai sosial dapat ditemukan. Sumardjo (1984) mengungkapkan bahwa dalam sastra Indonesia (khususnya novel) dari periode Balai Pustaka sampai periode tujuh puluhan banyak mengungkap nilai-nilai sosial Indonesia, terutama kelas sosial menengah ke bawah. Masalah sosial yang ada menyangkut masalah ketentraman, keadilan dan kebersamaan hidup, tingkat keluarga dan masyarakat (negara). Penggambaran masalah di atas, dalam cerita berupa konflik sosial, konflik politik. Dari konflik-konflik yang ada dapat dipahami bahwa sumbernya adalah dari adanya benturan antara nilai-nilai sosial yang sudah mapan dengan nilai baru, yang tidak selaras atau berjalan secara berdampingan. Konflik sosial yang ada dalam sastra itu walaupun tidak memberi tahu secara langsung bahwa ada nilai sosial, tetapi secara implikasional mengisyaratkan bahwa ada nilai sosial yang dipegang oleh masyarakat sebagai pedoman hidup, pedoman untuk melakukan dan menilai tindakan hidup sosial. Sukatman (1992) mengungkapkan bahwa dalam folklor Indonesia (khususnya peribahasa) banyak ditemukan nilai-nilai sosial seperti kebaktian antar manusia, kebersatuan hidup, dan adil terhadap orang lain. Dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (2007) banyak memuat nilai-nilai sosial seperti, tolong-menolong, kebersatuan hidup, saling menghargai antar sesama, toleransi silaturrahmi, dan lain sebagainya.
Karya sastra dapat dilihat dari segi sosiologi dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Kajian sosiologi sastra memiliki kecenderungan untuk tidak melihat karya sastra sebagai suatu keseluruhan, tetapi hanya tertarik pada unsur-unsur sosiobudaya yang ada di dalam karya sastra. Oleh karena itu, sosiologi sastra yang melihat karya sastra sebagai dokumen sosial budaya ditandai oleh
(1) unsur (isi/cerita) dalam karya diambil terlepas dari hubungannya dengan unsur lain yang secara langsung dihubungkan dengan suatu unsur sosiobudaya karena karya itu hanya memindahkan unsur itu ke dalam dirinya;
(2) pendekatan yang dapat mengambil citra tentang sesuatu, misalnya tentang perempuan, lelaki, orang asing, tradisi, dunia modem, moral, dan latar belakang tokoh dalam suatu karya sastra atau dalam beberapa karya yang mungkin dilihat dalam perspektif perkembangan; dan
(3) pendekatan yang dapat mengambil motif atau tema yang terdapat dalam karya sastra dalam hubungannya dengan kenyataan di luar karya sastra.
Menurut John Hall (dalam Endaswara), “Aspek sosial dalam telaah sosiologi sastra mencakup (1) moral, (2) etika, (3) keadaan ekonomi, (4) cinta kasih, (5) ketaatan beragama, dan (6) latar belakang pendidikan.” Adapun dalam kajian ini aspek sosial menjadi salah satu teori sosiologi sastra yang dimanfaatkan dalam mengkaji novel Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari
Sumber:
Sukatman. 1992. Nilai-nilai Kultural Edukatif dalam Peribahasa Indonesia. Tesis. S2 yang tidak dipublikasikan. Malang: IKIP Program Pasca Sarjana.
Suparlan, Y. B. 1983. Kamus Istilah Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Komentar
Posting Komentar