Pembaca prosa dan kecercadasan emosional

 

Laporan bacaan apresiasi prosa

Pembaca prosa dan kecercadasan emosional

Dosen pengampu : Dr. Abdurrahman M.Pd





Nama : RESTI AULIA RAHMI

NIM: 20016177


UNIVERSITAS NEGERI PADANG 

2021


A. Pendahuluan

Prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita yang disampaikan menggunakan narasi. Penulisan prosa menggabungkan bentuk monolog dan dialog. Pengarang ceria memasukkan pemikiran-pemikirannya ke dalam pikiran tokoh. Penyampaian gagasan dilakukan selama para tokoh melakukan dialog

Prosa adalah karangan bebas (tidak terikat oleh kaidah yg terdapat dalam puisi). Prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat. Prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun. Bentuk prosa yaitu : hikayat, sejarah, kisah, dongeng.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan

Seseorang dengan Kecerdasan Emosional yang baik akan mampu mengenali, menggunakan, memahami, dan mengelola emosinya secara positif sehingga dapat mengurangi rasa stresnya, berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi tantangan yang ada, hingga meredam konflik yang timbul

Emotional Intelligence berisi aspek-aspek ketrampilan kepribadian seperti Kesadaran Diri, Kepercayaan Diri, Pengendalian Diri, Komitmen, Integritas, Keterbukaan, Kepekaan Terhadap Perasaan, Memotivasi Diri, Kepekaan Sosial, Berempati, Mempengaruhi Orang, Ketangguhan Diri, dan lain sebagainya

Kecerdasan emosional sangat penting dalam pembelajaran karena bagaimana upaya mengembangkan seorang anak agar memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi dan sekaligus juga seorang yang sangat manusiawi memiliki kecerdasan emosi yang tinggi pula.Kecerdasan intelektual tidak dapat berkembang.

B. Pembahasan

1. Khalayak pembaca prosa

Khalayak atau publik adalah sejumlah orang yang memiliki minat sama terhadap suatu kegemaran/ persoalan tertentu tanpa harus mempunyai pendapat yang sama, dan menghendaki pemecahan masalah tanpa adanya pengalaman untuk itu.

Khalayak merupakan pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh komunikator (Cangara, 2008:26).

Khalayak sasaran adalah khalayak yang menjadi sasaran kegiatan komunikasi organisasi, baik karena organisasi memiliki kepentingan terhadap khalayak tersebut, maupun karena khalayak tersebut adalah objek utama yang tindak tanduknya dapat menguntungkan maupun merugikan tim

Khalayak itu kumpulan orang. Kalau khalayak penonton televisi disebut pemirsa. Kumpulan orang yang mendengarkan radio disebut pendengar, kumpulan orang yang menikmati film disebut penonton, dan kumpulan orang yang membaca buku disebut pembaca.

Khalayak terbelah menjadi beberapa bagian yang unik dan spesifik. Bisa dilihat dari sisi usia (maka dulu ada majalah Bobo buat anak-anak, majalah Hai buat remaja dan majalah Matra buat orang dewasa). Bagi penulis atau wartawan yang mengisi konten majalah yang berbeda-beda usia, tentu akan menyesuaikan dengan kemampuan si penerima pesan, termasuk gaya bahasa yang digunakan.

Pun dalam sastra. Meski para penulis/penyair diberi kebebasan untuk berekespresi sebebas-bebasnya, khususnya penyair yang menulis puisi, rumus "known the audiences" masih tetap dipakai, meski terkesan menggurui.

Penulis/penyair, meski dibekali senjata berkreasi sebebas-bebasnya, rupanya ada juga sesuatu "yang membatasi" kreasi berpikir mereka, karena dia harus mengetahui dan mengenali khalayaknya, yakni pembaca yang dituju.

Untuk itu, karena menulis memerlukan media dan media punya karakter sendiri-sendiri berdasarkan usia, jenis kelamin, dan profesi, maka penulis perlu juga  memahami "known the medias", kenali medianya.

2. Kecerdasan sastra/budaya

Kecerdasan budaya merujuk pada kemampuan individu untuk memahami, berpikir dan berperilaku secara efektif pada situasi-situasi yang bercirikan perbedaan antar budaya.Kecerdasan budaya mencakup 4 (empat) faktor yaitu faktor pengetahuan, faktor strategi, faktor motivasional dan faktor perilaku.

Semakin tinggi kecerdasan budaya yang kita miliki, maka semakin mudah dan semakin efektiflah kita dalam memulai dan menjalani dan menikmati sebuah hubungan interpersonal. Khususnya hubungan interpersonal dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan kita

Faktor pertama dalam kecerdasan budaya adalah kemampuan individu dalam hal pengetahuan. Kecerdasan budaya yang berkaitan dengan pengetahuan menunjukkan seberapa luas dan dalam pengetahuan individu tentang budaya dan perbedaan-perbedaan antar budaya. Menurut Dyne, dkk (2012) kecerdasan budaya dalam hal pengetahuan merujuk pada struktur pengetahuan individu tentang institusi kultural, norma-norma, praktek-praktek dan konvensi-konvensi dalam setting budaya yang berbeda.


Faktor kedua dalam kecerdasan budaya adalah kemampuan dalam berstrategi. Kecerdasan berstrategi mencakup kesadaran akan pikiran untuk mengembangkan dan menemukan cara-cara dan aturan-aturan baru bagi interaksi sosialnya. Individu mendapatkan cara-cara dan aturan-aturan baru tersebut melalui  analisanya terhadap pengalaman yang didapatkan saat melakukan interaksi antar budaya. Kecerdasan tersebut juga menunjukkan kemampuan untuk merencanakan dan merefleksikan kesadaran akan perbedaan budaya itu dalam situasi yang dihadapi serta bagaimana ia menyusun strategi mental untuk menyesuaikannya.  Dengan menyusun strategi antisipasi, individu berharap  dapat berperilaku yang sesuai dengan budaya dimana dia berada


Faktor motivasional merupakan faktor ketiga dalam kecerdasan budaya.  Faktor motivasional  merupakan kemampuan individu dalam mengarahkan perhatian, minat dan energinya untuk terlibat, mempelajari dan berfungsi (menjalankan fungsi) secara efektif saat berada dalam situasi perbedaan antar budaya. Menurut Dyne, dkk. (2012) faktor  motivasional dalam kecerdasan budaya ditandai dengan adanya  minat intrinsik (intrinsic interest), minat ekstrinsik (extrinsic interest) dan adanya keyakinan akan kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri (self-efficacy to adjust). 


Faktor terakhir dalam kecerdasan budaya adalah faktor perilaku. Menurut Ang, dkk. (2008), kecerdasan budaya dalam berperilaku merupakan kemampuan individu dalam menunjukkan perilaku-perilaku verbal dan non-verbal yang  sesuai  saat ia berinteraksi dengan orang-orang lain dari budaya yang berbeda. Kecerdasan budaya dalam berperilaku ditandai dengan kemampuan individu dalam mengatur perilaku sosialnya, sehingga ia terhindar dari kesalahpahaman dalam komunikasi dan interaksi antar budaya.  Kecerdasan budaya perilaku juga meliputi kelenturan atau fleksibilitas  individu dalam perilaku verbal maupun non-verbalnya. Contohnya antara lain dalam pemilihan kata, intonasi suara, gesture, bahasa tubuh, dan ekspresi wajah yang sesuai dengan konteks budaya dimana dia berada.


3. Media pembaca milenial


Indonesia masuk datar negara dengan literais terendah di dunia. Dalam studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara. Posisi Indonesia persis kalah dari Thailand di peringkat 59 dan di atas Botswana yakni di nomor 61.

Rendahnya literasi di Indonesia disebut lantaran lebih banyak orang, terutama generasi milenial yang memilih menggunakan media sosial ketimbang membaca buku.  Menanggapi hal itu, Ika Natassa, penulis novel 'Critical Eleven' memiliki tanggapan berbeda.

Betapa pentingnya Media Baca dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Keberadaan buku, majalah, ataupun koran dapat menjadi sumber informasi untuk menambah pengetahuan, memberikan perspektif baru, dan sering kali dijadikan referensi dalam pengambilan keputusan.

 Memasuki era Digital, media baca pun telah berkembang dan mengalami pergeseran. Media baca analog perlahan-lahan mulai digantikan oleh teknologi digital seperti E-book, e-magazine, dan e-newspaper yang dapat diakses oleh perangkat elektronik seperti ponsel cerdas, komputer, mau pun ipad. Penemuan baru dalam dunia telekomunikasi seperti Internet telah memudahkan masyarakat akan mendapatkan sumber informasi baru. "E-publishing" merupakan evolusi dari era komputer yang memiliki dampak besar bagi industri percetakan dunia. "E-commerce" di internet berkembang pesat, hal ini memungkinkan semua orang membeli dan menjual secara online tanpa harus meninggalkan rumah. 

Toko buku virtual mengingatkan dan merekomendasikan buku yang mungkin kita sukai berdasarkan pembelian kita. Tren ini membuat media baca elektronik yang berbasis digital sangat diminati masyarakat karena masyarakat serasa memiliki "personal librarian".



Komentar

Postingan populer dari blog ini