Pengarang Prosa dan proses kreatif
Laporan bacaan apresiasi prosa
Pengarang Prosa dan proses kreatif
Dosen pengampu : Dr. Abdurrahman M.Pd
Nama : RESTI AULIA RAHMI
NIM: 20016177
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
A. Pendahuluan
Kata proses dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1106) berarti rangkaian tindakan atau tahapan dalam menghasilkan sebuah produk. Kata kreatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 739) berarti memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk mencipta. Dalam KBBI (2008: 299) kata daya berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Sedangkan cipta berarti kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru. Daya cipta berarti kemampuan untuk bertindak dalam menghasilkan sesuatu yang baru. Dapat disimpulkan bahwa proses kreatif adalah rangkaian perbuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk yang baru.
Proses kreatif, bagi pengarang, seolah-olah lahir dari kuburan mimpi, semacam perjumpaan secara intensif antara manusia yang sadar dengan dunianya: antara yang nyata dan yang maya. Jika boleh dibilang bahwa hakikat proses kreatif berada dalam bebayang absurditas diri yang demikian personal dan nyaris tak tersadari, yang memantik kecemasan yang gulana, semacam kemuskilan sekaligus tertawan dalam ikhtiar mengenal dunia yang kita diami. Maka, dengan sendirinya, proses kreatif juga merupakan sebentuk upaya penanggulangan eksistensi diri.
Proses kreatif, intinya, adalah pengenalan diri hingga bisa mengendalikan proses tersebut. Sebagaimana dalam cerita wayang Dewa Ruci. Pertemuan dua kesejatian antara Bima dengan Dewa Ruci yang melebur menjadi satu. Dewa Ruci adalah perwujudan jiwa Bima. Gambaran ini digambarkan dengan petuah Carilah kayu besar yang menjadi sarang angin. Makna kayu besar adalah wadag manusia yang hidup karena ada siklus udara saat bernapas. (baca Agung Setyahadi Merefleksi Proses Kreatif Leluhur, Kompas, Sabtu 25 Maret 2006).
Menurut W.S. Rendra, proses kreatif adalah manjing ing kahanan nggayuh ngarsaning Hyang Widi (melebur dalam dunia nyata dan merengkuh dunia keilahian). Pengarang harus memahami sekaligus menghayati proses kreatifnya sebagai bentuk yogabasa: sujud karya. Bahwa setiap karya harus menjadi roh ibadah; bahwa prinsip berkarya adalah untuk mewujudkan kebebasan, kejujuran dan keindahan.
Lantaran menulis merupakan peristiwa magis demi menghadirkan dunia baru, maka proses kreatif, menurut Archibald MacLeish dalam Poetry and Experience, tak lain setakik usaha guna mempertemukan dua kutub: antara yang Ada dan yang Maya. Terus berjuang mengetuk keheningan atas ke-Tidak Ada-an untuk menghasilkan Ada.
Sebab itu, segala hal yang bersentuhan dengan proses kreatif memang menjadi suatu keniscayaan yang musti dijalani oleh setiap pengarang. Melenyapkan bayangan kegagalan dan tak bersekutu dengan manusia berjiwa malang dan yang gentar menghadapi penderitaan. Di sinilah pengarang mempertaruhkan segenap hidupnya: hidup terkutuk sebagai pengarang atawa hidup dalam omong kosong yang menyedihkan. Sejalan dengan itu, Isaac Asimov juga bersemboyan, “Hidup adalah menulis sebagaimana hidup adalah bernapas.”
Stephen King dalam bukunya On Writing memancangkan anjuran senada dalam proses kreatif, “Ada dua hal yang harus kau lakukan: banyak membaca dan banyak menulis. Setahuku, tidak ada jalan lain selain dua hal ini, dan tidak ada jalan pintas.”
Proses kreatif merupakan sebuah proses yang dilalui seorang pengarang dalam menghasilkan sebuah karya sastra. Seorang pengarang tidak akan bisa membuat karya sastra seperti puisi atau prosa tanpa melalui tahapan proses penciptaannya seperti pengumpulan ide, pengembangan ide, dan penyempurnaan ide (Eneste, 1982: iv)
Wellek dan Warren (dalam Siswanto, 2008: 25) mengungkapkan bahwa proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang.
Setiap pengarang akan melalui proses kreatif yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menurut Koentjaraningrat (dalam Siswanto, 2008:25-26) hadir karena ada dorongan naluriah yang dialami oleh setiap pengarang. Dorongan-dorongan tersebut dibagi dalam tujuh bagian yaitu: (1) untuk mempertahankan hidup, (2) seksual, (3) untuk mencari makan, (4) untuk bergaul atau berinteraksi sesama manusia, (5) untuk meniru tingkah laku manusia, (6) untuk berbakti, dan 7) terpesona akan keindahan.
B. Pembahasan
1. Biografi dan autobiografi penulis prosa
Biografi adalah catatan atau kisah perjalanan hidup seseorang yang dibuat atau ditulis orang lain. Biografi menjelaskan tentang kehidupan seseorang atau tokoh dari semenjak ia kecil bahkan sampai akhir hayatnya, seperti permasalahannya, kesuksesannya, karyanya, jasanya, dan masih banyak lagi. Subjek yang diceritakan biasanya merupakan tokoh-tokoh terkenal yang memiliki jasa dan karya yang bermanfaat bagi orang lain. Pembuatan biografi biasanya membutuhkan dokumen-dokumen penting dan narasumber sebagai saksi kejadian tersebut. Biasanya tujuan penulisan biografi adalah sebagai motivasi maupun panutan yang baik bagi orang lain.
Sedangkan otobiografi adalah cerita atau kisah perjalanan hidup seseorang yang dibuat atau ditulis oleh dirinya sendiri atau dengan bantuan penulis lain. Otobiografi dibuat berdasarkan pengalaman ataupun ingatan tokoh itu sendiri. Otobiografi biasanya hanya menceritakan hal-hal yang bersifat positif saja. Bahkan seringkali otobiografi ditulis dengan tujuan sebagai pencitraan tokoh tersebut.
Beberapa penulis naskah drama Indonesia yang cukup dikenal di zamannya antara lain Wisran Hadi, Iwan Simatupang, WS Rendra, N. Riantiarno, Putu Wijaya, Arifin C. Noer, Montinggo Boesye, dan Utuy Tatang Sontani
(Riantiarno, 2011: 42-43)
Biografi Sapardi Djoko Damono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka, yang dikenal lewat berbagai puisi-puisinya, yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer.
Sapardi merupakan anak sulung dari pasangan Sadyoko dan Sapariah. Sadyoko adalah abdi dalem di Keraton Kasunanan, mengikuti jejak kakeknya. Berdasarkan kalender Jawa, ia lahir di bulan Sapar. Hal itu menyebabkan orang tuanya memberinya nama Sapardi. Menurut kepercayaan orang Jawa, orang yang lahir di bulan Sapar kelak akan menjadi sosok yang pemberani dan teguh dalam keyakinan.
Awal karir menulis Sapardi dimulai dari bangku sekolah. Saat masih di sekolah menengah, karya-karyanya sudah sering dimuat di majalah. Kesukaannya menulis semakin berkembang ketika dia kuliah di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM.
Dari kemampuannya di bidang seni, mulai dari menari, bermain gitar, bermain drama, dan sastrawan, tampaknya bidang sastralah yang paling menonjol dimilikinya. Pria yang dijuluki sajak-sajak SDD ini tidak hanya menulis puisi, namun juga cerita pendek. Ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, esai, dan sejumlah artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola. Sapardi juga sedikit menguasai permainan wayang, karena kakeknya selain menjadi abdi dalem juga bekerja sebagai dalang.
Penyair yang tersohor namanya di dalam maupun luar negeri ini juga sempat mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia juga pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar serta menjadi redaktur pada majalah Horison, Basis, dan Kalam. Namun kini ia telah pensiun.
Hal lain yang membuat jasanya besar untuk sastra adalah berkat jasanya merintis dan memprakarsai Himpunan Sarjana Kesustraan Indonesia (Hiski), setiap tahun dewasa ini ada penyelenggaraan seminar dan pertemuan para sarjana sastra yang terhimpun di dalam organisasi tersebut
2. Penulis berbagai angkatan
Periodisasi sastrawan Indonesia merupakan urutan waktu sastra di indonesia, yang mana urutan ini diawali dengan awal munculnya sastra indonesia mulai angkatan Pujangga lama hingga sastra cyber, dari awal hingga akhir angkatan terdapat perbedaan yang menonjol, masing-masing angkatan mempunyai ciri khusus tersendiri dalam karyanya, lebih tepatnya silahkan dibaca dan dipahami serta baca karya sastranya juga
Periodesasi Sastrawan Indonesia Dan Karyanya
1. PUJANGGA LAMA
Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasikan karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20, periode sastra indonesia klasik pada masa ini karya sastra didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat. Di Nusantara budaya melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatra dan semenanjung malaya. Di Sumatra bagian utara muncul karya-kaya penting berbahasa melayu terutama karya-karya keagamaan.
Hamzah Pansuri adalah yang pertama diantara penulis angkatan pujangga lama dari istana kesultanan Aceh pada abad ke-17 muncul karya klasik selanjutnya yang paling terkenal adalah karya Syamsudin Pasai dan Abdul Rauf Singkir serta Nuruddin Arraniri.
• Karya sastra pujangga lama
1. Hikayat
- Hikayat Abdullah
- Hikayat Kalia dan Damina
- Hikayat Aceh - Hikayat masyidullah
- Hikayat Amir Hamzah - Hikayat Pandawa jaya
- Hikayat Andaken Panurat - Hikayat Panda Tonderan
- Hikayat Bayan Budiman - Hikayat Putri Djohar Munikam
- Hikayat Hang Tuah - Hikayat Sri Rama
- Hikayat Iskandar Zulkarnaen - Hikayat Jendera Hasan
- Hikayat Kadirun - Tasibul Hikayat
Syair
- Syair Bidasari
- Syair Ken Tambuhan
- Syair Raja Mambang Jauhari
- Syair Raja Siam
3. Kitab Agama
- Syarab Al Asyidiqin (minuman para pecinta) oleh Hamzah Panzuri
- Asrar Al-arifin (rahasia-rahasia gnostik) oleh Hamzah Panzuri
- Nur ad-duqa’iq (cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsudin Pasai.
- Bustan as-salatin (taman raja-raja) oleh Nuruddin Ar-Raniri.
2. SASTRA MELAYU LAMA
Karya satra yang dihasilkan antara tahun 1870-1942 yang berkembang dilingkungan masyarakat sumatra seperti “Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan Sumatra lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat, dan terjemahan novel barat.
• Karya Sastra Melayu Lama
- Robinson Crousoe (terjemahan)
- Lawan-lawan Merah
- Mengelilingi Bumi Dalam 80 Hari (terjemahan)
- Grauf de Monte Cristo (terjemahan)
- Rocambole (terjemahan)
- Nyui Dasima oleh G. Prancis (indo)
- Bung Rampai oleh A.F. Bewali
- Kisah Perjanan Nahkoda Bontekoe
- Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
- Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R. Komer (indo)
- Cerita Nyonya Kong Hong Nio
- Nona Leonie
- Warna Sari Melayu oleh Kat. S.J
- Cerita Si Conat oleh F.D.J
3. ANGKATAN BALAI PUSTAKA
Angkatan Balai Pustaka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit “Bali Pustaka”. Prosa (roman, novel,cerpen, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, hikayat, dan kazhanah sastra di Indonesia pada masa ini
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan sastra melayu rendah yang tidak menyoroti pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam 3 bahasa yaitu bahasa Melayu tinggi, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda, dan dalam jumlah yang terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
“Nur Sultan Iskandar” dapat disebut sebagai “raja angkatan balai pustaka” karna karya-karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapat dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah novel Sumatera dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.Pada masa ini novel “Siti Nurbaya, dan Salah Asuhan” menjadi karya cukup penting, keduanya mengkritik adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu.
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
1. Merari Siregar
- Azab dan Sengsara (1920)
- Binasa Karna Gadis Priangan (1931)
- Cinta dan Hawa Nafsu
2. Marah Roesli
- Siti Nurbaya (1922)
- Laihami (1924)
- Anak dan Kemanakan (1956)
3. Muhammad Yamin
- Tanah Air (1922)
- Indonesia Tumpah Darahku (1928)
- Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
- Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
4. Nur Sultan Iskandar
- Apa Dayaku Karna Aku Seorang Perempuan (1923)
- Cinta Yang Membawa Maut (1926)
- Salah Pilih (1928)
- Tuba Dibalas Dengan Susu (1933)
- Hulubalung Raja (1934)
- Katak Hendak Menjadi Lembu.
5. Lulis Sutan Suti
- Tak Disangka (1923)
- Sengsara Membawa Nikmat (1928)
- Tak Membalas Guna (1932)
- Memutuskan Pertalian (1932)
6. Djamaluddin Adinegoro
- Dara Muda (1927)
- Asmara Jaya (1928)
- Abas Soetan Pamoentjak
- Pertemuan (1927)
7. Abdul Muis
- Salah Asuhan (1928)
Pertemuan Jodoh (1933)
8. Aman Datuk Madjoindo
- Menebus Dosa (1932)
- Sicebol Merindukan Bulan (1934)
- Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
4. PUJANGGA BARU
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik, dan elistik.
Periode sastra indonesia angkatan pujangga baru, terbit pula majalah pujangga baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930–1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Karyanya layar terkembang, menjadi salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar Terkembang, pada periode ini novel Tengelamnya Kapal Vander Wijck dan Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Pada masa ini dua kelompok sastrawan Pujangga Baru yaitu :
1. Kelompok “Seni Untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah.
2. Kelompok “Seni Untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Rustam Effendi.
• Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
1. Sutan Takdir Alisjabana
- Dian Tak Kunjung Padam (1932)
- Tebaran Mega- kumpulan sajak (1935)
- Layar Terkembang (1936)
- Anak Perawan di Sarang Penyuman (1940)
2. Hamka
- Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
- Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1939)
- Tuan direktur (1950)
- Di Dalam Lembah Kehidupan (1940)
3. Armijn Pane
- Jiwa Berjiwa Gamelan Djiwa- kumpulan sajak (1960)
- Djinak-djinak Merpati- sandiwara (1950)
- Kisah Antara Manusia (1953)
4. Sanusi Pane
- Pancaran Cinta (1926)
- Puspa mega (1927)
- Sandhykala Ning Majapahit (1933)
- Kertajaya (1932)
5. Tengku Amir Hamzah
- Nyanyi Sunyi (1937)
- Begawat Gita (1933)
- Setanggi Timur (1939)
5. ANGKATAN 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan “45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga Baru yang romantik- dealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan “45 memiliki konsep yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang” konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan “45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga Menguak Takdir dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia. Karya sastra periodisasi sastra indonesia angkatan 45
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
1. Chairil Anwar
- Kerikil Tajam (1949)
- Deru Campur Debu (1949)
2. Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
- Tiga Menguak Takdir (1950)
3. Idrus
- Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
- Aki (1949)
- Perempuan Dan Kebangsaan
4. Achdiat K. Mihardja
- Atheis (1949)
5. Trisno Sumardjo
- Katahati dan Perbuatan (1952)
6. Utuy Tatang Sontani
- Suling (drama) (1948)
- Tambera (1949)
- Awal dan Mira – drama satu babak (1962)
7. Suman Hs
- Kasih ta’ Terlarai (1961)
- Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
- Pertjobaan Setia (1940)
6. ANGKATAN 1950-1960-an
Angkatan ’50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah Asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi oleh cerita pendek dan kompulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis di kalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (lekra) yang berkonsep sastra Realisme-Sosialis. Timbulnya perpecahan dan polemik yang berkepanjangan di kalangan sastrawan Indonesia pada awal tahun 1960, menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karna masuk ke dalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 – 1960-an
1. Pramoedya Ananta Toer
- Keranji dan Bekasi Jatuh (1947)
- Bukan Pasar Malam (1951)
- Di Tepi Kali Bekasi (1951)
- Keluarga Gerilya (1951)
- Mereka Yang Dilumpuhkan (1951)
- Cerita Dari Blora (1952)
- Gadis Pantai (1965)
2. Nh. Dini
- Dunia Dunia (1950)
- Hati Jang Damai (1960)
3. Sitor Situmorang
- Dalam Sadjak (1950)
- Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
- Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
- Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
- Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
4. Muchtar Lubis
- Tak Ada Esok (1950)
- Jalan Tak Ada Ujung (1952)
- Tanah Gersang (1964)
- Si Djamal (1964)
5. Marius Ramis Dayoh
- Putra Budiman (1951)
- Pahlawan Minahasa (1957)
6. Ajip Rosidi
- Tahun-tahun Kematian (1955)
- Di Tengah Keluarga (1956)
- Sebuah Rumah Untuk Hari Tua (1957)
- Cari Muatan (1959)
- Pertemuan Kembali (1961)
7. Ali Akbar Navis
- Robohnya Surau Kami- 8 cerita pendek pilihan (1955)
- Bianglala- kumpulan cerita pendek (1963)
- Hujan Panas (1964)
- Kemarau (1967)
7. ANGKATAN 1966 – 1970-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Muchtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbitan Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Montiggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rusanto, Goenawan Mohamad, dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia H.B. Jassin.
Beberapa sastrawan pada angkatan ini antara lain : Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C.Noer, Darmanto Jatman, Arif Budiman, Goenawan Muhamad, Budi Darma, Hamsat Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, DLL. berikut karya sastra periode sastra indonesia angkatan 66
• Penulis Dan Karya Sastra Angkatan 1966
1. Taufik Ismail
- Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
- Tirani dan Benteng
- Buku Tamu Musim Perjuangan
- Sajak Ladang Jagung
- Kenalkan
- Saya Hewan
- Puisi-puisi Langit
2. Sutardji Calzom Bachri
- O
- Amuk
- Kapak
3. Abdul Hadi WM
- Meditasi (1976)
- Potret Panjung Pengunjung Pantai Sanur (1975)
- Tergantung Pada Angin (1977)
4. Supardi Djoko Damono
- Dukamu Abadi (1969)
- Mata Pisau (1974)
5. Goenawan Muhamad
- Perikesit (1969)
- Interlude (1971)
- Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Simalin Kundang (1972)
- Seks, Sastra, dan Kita (180)
6. Umar Kayam
- Seribu Kunang-kunang di Manhattan
- Sri Sumara dan Bawuk
- Lebaran Di Karet
- Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
- Kelir Tanpa Batas
- Para Priyayi
- Jalan Manikung
7. Danarto
- Godlob
- Adam Makrifat
- Berhala
8. Nasjah Djamin
- Hilanglah Si Anak Hilang (1963)
- Gairah Untuk Hidup dan Mati (1968)
9. Putu Wijaya
- Bila Malam Bertambah Malam (1971)
- Telegram (1973) - Pabrik
- Stasiun (1977) - Gres dan Bom
8. ANGKATAN 1980 – 1990-an
Karya sastra Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an antara lain adalah : Rami Sylado,Yudistria Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Aji Darma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Efendi Tarsyad, Noor Aini Cahaya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Huriko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, dimana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya tokoh utama pada novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-kaya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih dan berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Wanita yang dikomandoi Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardanhi, Diah Hadaning, Yvonne De Fretes, dan Oka Rusmini.
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 – 1990-an
1. Ahmadun Yosi Herfanda
- Ladang Hijau (1980)
- Sajak Penari (1990)
- Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
- Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
- Sembahyang Rerumputan (1997)
2. Y.B Mangunwijaya
- Burung-burung Manyar (1981)
3. Darman Moenir
- Bako (1983)
- Dendang (1988)
4. Budi Darma
- Olenka (1983)
- Rafilus (1988)
5. Sundhunata
- Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
6. Arswendo Atmowilito
- Canting (1986)
7. Hilman Hariwijaya
- Lupus – 28 novel (1986-2007)
- Lupus Kecil – 13 novel (1989-2003)
- Olga Sepatu Roda (1992)
- Lupus ABG – 11 novel (1995- 2005)
8. Dorothea Rosa Herliany
- Nyanyian Gaduh (1987)
- Matahari Yang Mengalir (1990)
- Kepompong Sunyi (1993)
- Nikah Ilalang (1995)
- Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
9. Gustaf Rizal
- Segi Empat Patah Sisi (1990)
- Segitiga Lepas Kaki (1991)
- Ben (1992)
- KemilauCahaya dan Perempuan Buta (1999)
10. Remy Silado
- Ca Bau Kan (1999)
- Kerudung Merah Kirmizi (2002)
11. Afrizal Malna
- Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
- Yang Berdiam Dalam Mikrofon (1990)
- Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
- Dinamika Budaya dan Politik (1991)
- Arsitektur Hujan (1995)
- Pistol Perdamaian (1996)
- Kalung Dari Teman(1998)
9. ANGKATAN REFORMASI
Seiring terjadinya pergeseran kekuasaran politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdulrahman Wahid (Gusdur) dan Megawati Soekarno Putri, muncul wacana tentang “Sastrawan Angkatan Reformasi”. Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel yang bertema sosial-politik, khususnya seputar Reformasi. Di rubik sastra harian Repoblika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubik sajak-sajak peduli Bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan angktan Reformasih merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses Reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra, puisi, cerpen dan novel pada masa itu. Bahkan penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial-politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep zamzam Noer, dan Hartono Beny Hidayat dengan media online: duniasastra.com-nya , juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka. periode sastra indonesia modern
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
1. Widji Thukul
- Puisi Pelo
- Darman
10. ANGKATAN 2000-an
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasih muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karna tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya “Angkatan 2000”. Sebuah buku tebal tentang angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmad Yosi Herfanda, dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada 1990-an seperti Ayu Utami, dan Dhorotea Rosa Herliany.
• Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
1. Ayu Utami
- Saman (1998)
- Larung (2001)
2. Seno Gumira Ajidarma
- Atas Nama Malam
- Sepotong Senja Untuk Pacarku
- Biola Tak Berdawai
3. Dewi Lestari
- Supernova 1: Ksatria Putri dan Bintang Jatuh (2001)
- Supernova 2.1: Akar (2002)
- Supernova 2.2: Petir (2004)
4. Raudal Tanjung Banua
- Pulau Cinta di Peta Buta (2003)
- Ziarah Bagi Yang Hidup (2004)
- Perang Tak Berulu (2005)
- Gugusan Mata Ibu (2005)
5. Habiburrahman El Shirazy
- Ayat-ayat Cinta (2004)
- Di Atas Sajadah Cinta (2004)
- Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
- Pudarnya Pesona Cleopatra(2005)
- Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
- Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
- Dalam Mihrab Cinta (2007)
6. Andrea Hirata
- Laskar Pelangi (2005)
- Sang Pemimpi (2006)
- Edensor (2007)
- Maryamah Karpov (2008)
- Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas (2010)
7. Ahmad Faudi
- Negeri Lima Menara (2009)
- Ranah Tiga Warna (2011)
8. Tosa
- Lukisan Jiwa (puisi) (2009)
- Melan Conis (2009)
11. CYBERSASTRA
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi melalui buku namun termagtub di dunia maya (internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa sistus Sastra Indonesia di dunia maya
3. Proses kreatif dan pengalaman estetis
Pengalaman estetika muncul sebagai respons terhadap karya seni atau benda estetika lainnya. Meskipun istilah estetika itu sendiri tidak diperkenalkan sampai abad kedelapan belas, Jelas bahwa apa yang diidentifikasi dalam diskusi kontemporer sebagai "pengalaman estetika" "merasa" oleh individu jauh sebelum ini: misalnya, Ketika Plato khawatir tentang reaksi emosional yang berlebihan terhadap pembacaan puisi atau ketika Aristoteles menggambarkan efek positif dari menghadiri teater.Namun demikian, sifat pasti dari pengalaman estetika — bahkan gagasan bahwa ada bentuk pengalaman yang unik — dapat mengatasi masalah kontrovers
John Deweey (1958), misalnya, berpendapat bahwa pengalaman estetika adalah yang paling lengkap, terkaya, dan pengalaman tertinggi yang mungkin. Seseorang secara aktif terlibat dan sadar akan efek dunia pada satu tetapi pada saat yang sama menghargai kemungkinan seseorang untuk bertindak terhadap dunia. Seseorang merasakan organisasi, koherensi, dan kepuasan serta integrasi masa lalu, sekarang, dan masa depan yang kurang dimiliki oleh pengalaman non-estetis biasa.Baru-baru ini, Nelson Goodman (1976) telah memperingatkan bahwa terlalu banyak penekanan pada aspek-aspek pengalaman estetika yang menyenangkan membuat mereka tidak begitu penting. Apa yang ia sebut teori "mele-imersion" mengabaikan peran penting dari kecerdasan, ia memperingatkan. Dalam pengalaman estetika, emosi berfungsi secara kognitif, katanya; satu "merasa" operasi yang tinggi dari kognisi dan emosi yang beroperasi bersama.
Monroe Beardsley (1958), misalnya, mencirikan fokus pengalaman estetika sebagai kesatuan formal dan intensitas kualitas regional.
Komentar
Posting Komentar